Sabtu, 04 Juli 2015
Padi yaitu salah satu flora yang tak pernah surut peminat. Hal itu tidak lepas dari fakta bahwa padi yaitu bentuk paling awal dari beras yang menjadi kebutuhan sehari-hari hampir setiap orang di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, penanaman padi kemudian juga mengalami kemajuan. Salah satunya ditunjukkan dengan metode SRI. Metode ini terbukti menjadi solusi untuk pembudidayaan padi yang lebih profitable dan besar secara hasil panen. Pada kesempatan kali ini akan disampaikan apa itu metode SRI dan bagaimana prinsip-prinsipnya untuk diterapkan di dunia pertanian pada umumnya. Namun sebelum itu, mari kita lihat sejarah lahirnya metode SRI berikut ini. Tepatnya pada 1983, seorang Prancis berjulukan Fr. Henri de Laulanie, SJ, mempublikasikan untuk pertama kalinya metode SRI. Metode budidaya padi ini yaitu hasil dari risetnya di Madagaskar selama bertahun-tahun.
 |
| Budidaya Padi Metode SRI |
Baca Juga :
Awalnya metode ini disebut dengan Le System de Riziculture Intensive dalam bahasa Prancis. Kemudian dikenal dengan istilah System of Rice Intensification dalam bahasa Inggris dan melahirkan istilah SRI. Metode ini kemudian dikembangkan oleh negara lain menyerupai China yang mulai beruji coba pada tahun 1999. Metode ini kemudian dikenal dengan beberapa prinsip penting dalam praktiknya. Prinsip yang pertama berafiliasi dengan umur bibit. Metode ini mensyaratkan usia bibit kurang dari 12 hari sesudah masa persemaian. Pada usia ini biasanya bibit sudah mempunyai 2 helai daun. Bibit tersebut kemudian ditanam dalam satu lubang tanam dengan jarak setidaknya 25 cm persegi per bibit. Ukuran ini tentu lebih lebar dari ukuran yang biasa digunakan dalam budidaya padi pada umumnya. Ada catatan penting dalam proses pemindahan tersebut.
Metode ini mengharuskan pemindahan dilakukan dengan sangat segera, atau dalam waktu kurang dari 30 menit serta harus sangat berhati-hati dan akar tidak putus. Kemudian dalam penanamannya, akar hendaknya tidak dibenamkan terlalu dalam. Hal itu didukung oleh proteksi air yang hanya setinggi 2 cm saja. Tanah pun tidak perlu diairi secara terus-menerus, namun secukupnya saja sehingga tanam menjadi lembab. Teknik pengairan ini disebut dengan istilah irigasi berselang atau terputus. Prinsip selanjutnya yaitu persoalan perawatan. Perawatan ini ditunjukkan dengan penyiangan yang dilakukan semenjak awal sekitar 10 hari kemudian diulang 2 hingga 3 kali dengan jeda 10 hari. Selain itu petani perlu menambahkan pupuk organik untuk menjaga keseimbangan biota tanah. Prinsip-prinsip budidaya padi dengan SRI di atas ternyata memperlihatkan keuntungannya sendiri. Misalnya dalam hal konsumsi air.
Dengan tinggi air yang diatur hanya sekitar 2 cm, padi kemudian menjadi lebih ekonomis air. Bahkan ada periode pengeringan hingga tanah retak. Inilah masa dimana irigasi terputus dilakukan. Kemudian dari aspek biaya, metode ini juga lebih ekonomis alasannya yaitu untuk setiap hektarnya hanya membutuhkan 5 kg saja. Kemudian juga tidak memerlukan biaya pencabutan dan pemindahan bibit, dsb. Metode ini juga ramah lingkungan alasannya yaitu tidak memakai materi kimia alasannya yaitu pupuk yang diberikan yaitu pupuk organik menyerupai sangkar dan kompos. Kemudian yang terakhir, produksi juga meningkat. Di beberapa daerah ditemukan panen mencapai 11 ton untuk setiap hektarenya. Ini memperlihatkan metode SRI lebih efektif dan efisien. Alhasil, rupiah yang didapatkan juga semakin tinggi daripada dengan memakai metode konvensional. Demikian sekilas wacana budidaya padi dengan memakai metode SRI. Petani di Indonesia sanggup mencoba metode ini untuk mendapat hasil yang lebih berlimpah.